|
Kuburan Gantung Pasanggrahan Djojodigdan |
Lokasi Pasanggrahan Djojodigdan di Jl. Melati no 43, Kota Blitar, tepat di seberang jalan raya utama. Rumah yang disebut juga dengan Pasanggrahan Djojodigdan ini selalu dalam keadaan tertutup. Pengunjung bisa masuk jika gerbang terbuka dan langsung ke belakang menemui penjaga rumah.
Pasanggrahan ini sudah tidak ditempati oleh siapapun. Hanya ada sepasang suami istri penjaga yang tinggal di dekat teras belakang rumah yang tak segan menjelaskan tentang sejarah rumah ini bahkan tak segan mengantar ke lokasi kuburan Djojodigdan. Rumah dikelilingi dengan tanah yang sangat luas, bahkan Djojodigdo beserta kerabat dekat juga dimakamkan di area perkarangan rumahnya sendiri. Yang lebih menarik sekaligus mengundang hawa mistis, makam Djojodigdo ini disebut-sebut sebagai makam gantung.
|
Teras Depan |
|
Kenapa Ada Sebuah Kursi di Tengah Teras? - Bukan apa - apa, Untuk Menyalakan Lampu yang Tinggi |
Sejarah Makam Gantung Blitar
Menurut cerita yang beredar, Eyang Djojodigdo lahir tanggal 29 Juli 1827, merupakan kerabat dekat Pangeran Diponegoro dan merupakan keturunan darah biru Mataram. Kisah hidup Eyang Djojodigdo berkaitan dengan Perang Diponegoro melawan Belanda. Banyak orang percaya Eyang Djojodigdo memiliki Ajian Pancasona yaitu ilmu yang bila pemiliknya mati, dia akan hidup kembali dengan catatan tubuhnya menyentuh tanah.
Dengan kesaktiannya itu, Eyang Djojodigdo tak hanya sekali tertangkap dan dieksekusi mati oleh Belanda. Begitu jasadnya dibuang dan menyentuh tanah, dia hidup kembali tanpa sepengetahuan kompeni. Setelah Pangeran Diponegoro tertangkap, Eyang Djojodigdo yang masih berumur 30 tahun'an masih meneruskan gerilya ke arah timur dan berhasil mengusir Belanda di Blitar.
Keberadaan Djojodigdo akhirya diketahui Adipati Blitar. Adipati meminta Djojodigdo menggantikan patih Kadipaten yang mangkat dan kemudian diberi tanah yang menjadi Pasanggrahan Djojodigdan sekarang ini. Eyang Djojodigdo wafat pada 11 Maret 1905. Karena kawatir akan hidup lagi begitu menyentuh bumi, makamnya diusahakan agar tidak menyentuh tanah. Jasad Djojodigdo dimasukkan ke peti besi dan disangga dengan empat tiang yang terbuat dari besi juga.
Rumah Djojodigdo
Rumah ini bisa dimasuki dari pintu belakang dengan meminta bantuan penjaga yang tak segan akan menjelaskan apa yang pengunjung tanyakan. Perabot rumah masih kuno, selain itu terpasang daftar silsilah keturunan Eyang Djojodigdo. Nama yang tak asing adalah R.A Kartini yang merupakan menantu dari Eyang Djojodigdo. Rumah ini memiliki beberapa kamar dengan ciri yang sama yaitu jendela yang sangat besar berukuran sekitar 1,5 x 2,5 meter.
Makam Gantung
Makam gantung Eyang Djojodigdo ada di bagian belakang rumah dan untuk menjuku kesana akan menyusuri perkarangan rumah yang sangat luas. Tak lebih dari 10 menit untuk tiba di lokasi pemakaman yang pagarnya selalu digembok oleh penjaga rumah.
|
Jalan ke Pemakaman Bersama Juru Kunci |
Makam gantung Eyang Djojodigdo adalah makam yang paling mudah dikenali dengan bentuk paling mencolok yang ada disana. Makamnya dilindungi oleh atap dengan desain yang menarik. Konon di atap itu tersimpan baju perang dan peralatan pribadi Eyang Djojodigdo. Sedangkan makamnya yang disebut-sebut makam gantung, tepat di bawah atap dan terbuat dari marmer yang berukir sangat cantik dan makamnya ada di dalam tanah.
Yang dimaksud dengan makam gantung adalah jenasah yang tidak menyentuh tanah. Jasad Eyang Djojodigdo dimasukkan ke dalam peti besi dan disangga dengan empat tiang sebelum diuruk dengan tanah.
|
Makam Tepat di Bawah |
Hingga kini tak ada spiritualis yang berhasil mendapatkan titisan ilmu Aji Pancasona dari Eyang Djojodigdo begitu juga dengan ilmu dibawahnya. Tak jarang spiritualis yang sedang menjalani laku di makam justru diusir dengan suara tanpa rupa. Konon salah satu syarat belajar ilmu tersebut adalah dengan bertapa Ngalong yaitu menggantung di pohon dengan kepala dibawah selama 40 hari 40 malam tanpa makan dan minum.
Mitos
Merupakan orang sakti di jamannya, konon diluar pagar masuk ke pemakaman dijaga oleh dua ekor macan jadi-jadian. Pernah juga saat salah satu pengunjung yang sempat ziarah tidak berani masuk ke halaman rumah karena melihat ular besar yang menghadang jalannya. Juru Kunci juga mengatakan bahwa pernah ada kerabat yang berniat mencuri barang peninggalan Eyang Djojodigdo dan akhirnya menjadi gila. Selain itu ada sebuah makam di kompleks pemakaman yang disebut dengan makam menangis yang menurut juru kunci kerap terdengar tangisan dari area makam.
Untuk mengunjungi lokasi ziarah makam gantung Pasanggrahan Djojodigdan sebaiknya tidak berniat buruk karena selain Makam Bung Karno, Makam Eyang Djojodigdo ini juga dikeramatkan.